Jumat, 27 Juli 2012

MENYIMAK AJARAN LELUHUR DI ERA PASCA REFORMASI



Oleh: KPH.H. Anglingkusumo

            Manusia sebagai hamba ciptaan Tuhan sudah punya cakra sangkala sendiri – sendiri dan tapak tilasnya sudah tersurat pada telapak tangannya . Tetapi manusia juga diberi hak untuk merubah suratan tersebut dengan usaha dan doa, sesuai dengan kemampuan. Sehingga manusia perlu suatu cita – cita guna mencapai suatu takaran takdir yang maksimal. Untuk mencapai cita – cita tersebut, manusia perlu melakukan “ laku prihatin “ . Sebab jika hal itu dilakukan akan mengurangi gejolak hawa nafsu dan dapat terendap jiwanya. Jiwa yang telah terendap akan mewujudkan :
  1. Pribadi yang selalu dekat dengan Tuhannya, sehingga pribadi tersebut akan selalu diberikan anugerah dan hidayahNya berupa sifat – sifat selalu memperoleh petunjuk Nya yang perwujudannya kadang – kadang berupa daya yang lebih atau kewaskitaan.
  2. Olah pikir yang terwujud secara baik dan seimang antara logika, perasaan dan kemauan dalam mengelola cipta, rasa dan karsa.
  3. Budi pekerti yang luhur serta sempurna penghayatan rohani dan jasmaninya.
Sebagai manusia yang diciptakan oleh Tuhan dengan segala kodrat dan ketidak sempurnaannya tentunya akan berusaha dalam hidupnya sesuai dengan cita – citanya. Setelah laku prihatin dan usaha dalam berkarya dilaksanakan dengan baik dan tercapai jua cita – citanya, manusia biasanya mulai lupa dengan asal – usul dan jati dirinya. Kadang – kadang lupa pula dengan Tuhannya. Yang ada hanya pengumbaran hawa nafsu untuk selalu mengeksploitasi sumber daya alam dan manusia tanpa peduli dengan lingkungan maupun orang lain.
Kalau ditarik dari pelajaran tersebut, ternyata mirip dengan kondisi yang terjadi pada keadaan kita saat ini. Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang terjajah sejak lama
telah mendapatkan kemerdekaan dengan susah payah dan penuh perjuangan dengan segala pengorbanan baik harta maupun nyawa. Masa – masa sebelum kemerdekaan adalah masa – masa prihatin bagi bangsa kita ini. Setelah laku prihatin tersebut dan usaha dalam karya pada masa – masa setelah kemerdekaan dan dilanjutkan pada masa pembangunan, ternyata pada suatu masa tertentu ada pemimpin – pemimpin kita telah lupa dengan amanat kemerdekaan. Mereka hanya memikirkan tentang bagaimana menumpuk harta sebanyak – banyaknya, bagaimana caranya kedudukan dan jabatan dapat langgeng serta bagaimana caranya agar orang lain selalu tunduk pada pemimpin tersebut.
Sesuai dengan ramalan – ramalan leluhur kita, kalau para pemimpin sudah berperilaku demikian dan tidak memperdulikan rakyatnya, maka rakyat akan berani mengatakan ” tidak ” dan akan berunjuk rasa menuntut keadilan. Inilah yang terjadi pada era reformasi ini. Tetapi alam reformasi ini belum dapat mengikis keserakahan dan laku tamak para pemimpin bangsa ini. Oleh karena itu agar ketamakan dan keserakahan dapat dihentikan, maka kita semua termasuk para pemimpin bangsa perlu menengok sejenak ajaran leluhur dari Paku Alam I dan dapat menjadikan ajaran tersebut sebagai salah satu bahan renungan dan tuntunan. Sebab jika tidak, kami kwatir dengan ramalan tentang munculnya jaman edan dan jaman edan tesebut kapan munculnya. Ada ramalan yang mengatakan bahwa di akhir abad 20 dan awal abad 21 adalah tahun ” goro – goro ” di mana gamelan berbunyi mulai ” patet sanga ”. Ini sebagai tanda dari munculnya keganasan dan kesadisan manusia. Hal ini telah terbukti di negeri kita yang tercinta ini, misalnya : peristiwa Aceh, Irian Jaya, Maluku, Sambas, Jawa Timur dan masih ada yang lain dengan peristiwa Sampit dan Palangkaraya.
Seluruh komponen bangsa terutama para pemimpinnya tentunya sekarang belum terlambat untuk mempebaiki diri, jika masih mau menegok dan mengamalkan ajaran para leluhur kita ( Paku Alam I ) ini. Beberapa ajaran tersebut masih tampak tertulis dengan jelas :
  1. Di Regol ( pintu gerbang masuk Puro Pakualaman ) yang bertuliskan ” Wiwara Kusuma Winayang Reka ” ( dalam huruf jawa ) dimana Wiworo berarti pintu atau terbuka, Kusumo berari budi luhur, Winayang berarti sasmita dan Reka berarti pola pikir, sehingga arti secara keseluruhan dari tulisan tersebut adalah orang yang berbudi luhur niscaya akan selalu terbuka dan berpola pikir bijaksana. Dalam hal ini dapat pula menjadi bahan renungan bagi orang yang akan masuk pintu gerbang Puro tersebut. Apakah sudah berpikir jernih serta berlaku bijaksana.
  2. Di Samping kaca pengilon ( cermin ) yang dipasang di tembok dalam pintu gerbang tersebut bertuliskan ” Guna Titi Purun ” dan ” Engeta Angga Pribadi ”. Kalau kata – kata tersebut diuraikan satu persatu maka dapat menjadi tuntunan yang baik dalam mengarungi bahtera kehidupan ini , yaitu :
v  Guna artinya bermanfaat.
Sehingga bagi orang yang berilmu harus memanfaatkan ilmunya untuk kesejahteraan dan kemajuan umat manusia. Sedangkan orang yang berharta dan memanfaatkan hartanya untuk kemakmuran umat manusia dan orang yang tinggi pangkatnya dapat menjadi pengayom dan panutan para kawulanya.( ING NGARSO SUNG TULODO )
v  Titi artinya jujur, lebih dan mengerti. Jadi bener – benar menguasai pokok persoalan.
Kata Titi tersebut jika dilengkapai akan menjadi ” Gemi Satiti Nastiti Ngati – ati ” akan lebih bermakna lagi. Adapun arti kata Gemi adalah hemat atau dapat menampung, sedangkan Satiti / Nastiti berarti titis / tepat, berhasil akan karya dan ngati – ati artinya berhati – hati, sehingga arti secara umum adalah segala laku dan perbuatan manusia harus selalu memikirkan akibatnya. Sebagai pemimpin yang menjadi panutan rakyatnya tentunya dituntut dapat berbuat lebih dengan melengkapi tuntunan lainya , yaitu : ” Luruh Lereh Lirih ” sebagai sarana dan tindak – tanduknya. Dalam hal ini luruh berarti tangkas bersemangat tetapi lemah lembut, lereh berarti sabar dan selalu siap menjalankan tugas dengan jujur dan mantap, sedangkan lirih berarti  bertugas dengan perhitungan tepat, tidak terlalu tergesa – gesa. Dengan meresapi tuntunan ini, maka pemimpin yang mendapat amanah dari bangsa dan negara akan selalu bersahaja, tidak perlu menonjolkan kelebihannya. Cukup dengan tunduk dan tenang seperti ilmu padi. Hal ini tidak akan mengurangi martabatnya, bahkan akan kelihatan halus tutur katanya dan luhur budinya. Bagi seorang pemimpin, motto tersebut akan lebih sempurna lagi jika ditambah dengan  Ruh Raras Hangresepake ”, yang artinya adalah sebagai pemimpin yang tangkas bersemangat dan harmonisasi yang pas serta simpatik.
v  Purun artinya berani, mau melakukan dan sanggup.
Ini adalah suatu sifat ksatria. Sehingga seorang pemimpin itu perlu berjiwa ksatria, yaitu : berani untuk berperilaku baik, menjahui perbuatan kotor, berani mengedepankan keadilan, dapat menjadi contoh orang lain akan tingkah lakunya, berani meminta maaf jka melakukan kesalahan dan sanggup memperbaikinya, sanggup mengorbankan segala – galanya, ikhlas lahir batin dan bekerja dengan penuh tanggung jawab. Adapun tuntunan lain dari ksatria adalah ‘ Yen Saguh Kreket Galar Arep Dilakoni ‘
Yang artinya adalah bila sanggup harus konsekuen, kalau perlu nyawalah taruhannya. Tetapi ada tuntunan lain yaitu ‘ Saguh Tanpa Raga ‘ yang artinya sanggupnya hanya di mulut, tetapi tidak dalam tindakan dan ini harus dijahui oleh sifat kstria. Sehingga jika seorang pemimpin berkarakter demikian , maka kehancuran tinggal menunggu waktu.
v  Engeta Angga Pribadi
Kalimat ini mempunyai daya magis dan kesakralan yang tinggi, sehingga awalnya penulis tidak berani menerangkan makna dari kalimat tersebut. Tetapi berhubung kami sebagai salah satu keturunan Paku Alam I, maka kami terpanggil untuk mencoba menguraikan makna kalimat tersebut. Artinya adalah selalu ingat akan diri pribadi, bahwa manusia adalah ciptaan dan hamba Tuhan. Sehingga betapa hebatnya, betapa kayanya dan betapa tinggi pangkatnya tetap harus tidal lupa dengan Sang PenciptaNya. Sebagai seorang pemimpin perlu meresapi makna kalimat tersebut ditambah dengan tuntunan lainya, yaitu : ‘ Salah Leno Apes ‘ yang artinya manusia itu akan selalu mudah tergoda dan mungkin tidak dapat mengelak sesuai dengan suratan takdirnya, oleh karena itu manusia harus selalu ingat akan Sang Pencipta dan selalu harus mohon perlindunganNya kapan saja setiap saat. Dalam konteks ini tuntunan akan lebih sempurna jika di tambah tuntunan lainya yaitu ‘ Ojo Dumeh ‘ , yaitu jangan takabur, jangan merasa dirinya lebih / paling benar dan jangan mudah menyalahkan orang lain serta menghinanya. Pada jaman dahulu tulisan tersebut banyak tertulis diatas genting rumah – rumah. Ajaran tersebut ternyata dalam ajaran agama islam juga muncul dalam sebuah nasehat dari Luqman Al Hakim kepada anaknya, yaitu : ‘ Wahai anakku, sesungguhnya dunia ini ibarat lautan yang dalam sudah banyak manusia tenggelam di dalamnya. Jadikanlah bahteramu adalah ketaqwaan kepada Alloh, muatanmu adalah keimanan dan layarmu adalah tawakal dan kesabaran. Agar kamu selamat di dunia dan akherat, meskipun aku tidak yakin bahwa kamu pasti akan selamat ‘.
Dari tuntunan yang tertulis disamping kaca pengilon yang terletak di Regor (pintu gerbang ) masuk Puro Pakualaman yang tertulis dala huruf jawa yang berbunyi ‘ Engeto Anggo Pribadi ‘ dan ‘ Guno Titi Purun ‘ dapat dirangkum menjadi satu kata yaitu ‘ Mulatsalira ‘ atau dengan bahasa yang populer INTROSPEKSI yang maksudnya adalah jika jari kita menunjuk kepada seseorang , maka yang ketiga akan mengarah pada diri kita sendiri. Sehingga makna yang sakral ini perlu menjadi cermin kita semua dan terutama para pemimpin bangsa ini di alam Reformasi.
Kajian – kajian dari ajaran ( Paku Alam I ) diatas, dalam era sekarang ini apabila kita rangkum kembali semua, akan terpulang kepada hati nurani kita masing – masing HATI BAGAIKAN RAJA, sehingga manusia bisa melakukan apa saja , baik ataupun buruk berdasarkan kata hati.( sesuai kata hati )
Karena itu masalah terbesar bagi bangsa kita adalah masalah HATI NURANINYA yang sudah tidak hidup sebagian atau hatinya terkena penyakit, sudah barang tentu orang yang hatinya berpenyakit tidak dapat membedakan yang baik dan yang buruk dan ia pasti licik.
Noda terbesar pada setiap manusia adalah KEGELAPAN BATHIN, dan mereka akan sulit sekali melihat, apalagi menerima PERUBAHAN, padahal perubahan merupakan sifat yang UNIVERSAL,yang tidak dapat di pungkiri dan dihentikan. Walaupun TUHAN sudah menampakan diri di bumi ini. Manakala kegelapan bathin atau kebodohon sudah menjelma menjadi keserakahan, justru akan sulit untuk melihat, atau menerima perubahan.
KESERAKAHAN ALERGI MELIHAT PERUBAHAN ‘ tugasnya terlebih manakala perubahan tersebut adalah hal2 yang dapat menimbulkan kenikmatan dan keserakahan yang sudah menguasai batin sesorang, maka akan menimbulkan penderitaan yang luar biasa.
Datangnya keserakahan ini halus dan nggeremet ( perlahan) tidak jlong,jlong, jlong….. kalau keserakahan datangnya dengan sangat kentara dan mengakibatkan penderitaan , tentu masyarakat akan ketakutan mendekati. Kadang keserakahan datangnya dengan menunggu berbagai fasilitas, kedudukan, jabatan, intelektual, maupun lain – lainnya. Hal ini justru membahayakan banyak orang hendakya disadarai bahwa krisis yang terjadi saat ini, bermula dari persolan moneter telah berkembang menjadi krisis ekonomi dan politik, dan semuanya berakar dari krisis akhlak ( moral ) yang seharusnya di teladankan oleh mereka yang seharusnya menjadi anutan masyarakat.  
Maka dari itu bukan hal yang mustahil, pada saat ini masih banyak orang yang melakukan KORUPSI, KEKEJAMAN, KEKEJIAN, KEDZALIMAN , KELICIKAN dan sebagainya dan untuk membrantasnya sudah barang tentu tidaklah semudah seperti membalik telapak tangan.
Sebab itu marilah ajaran – ajaran para leluhur seperti ajaran dari pada KGPAA PAKU ALAM I ini kita jadikan salah satu pola pikir dalam hidup ini, untuk itu hendaknya dalam kehidupan ini kita selalu berpikir secara jernih dengan akal sehat , tidak melawan hati nurani, dan tidak emosional seperti halnya sebuah pepetah ( jawa ) yang mengatakan : OJO WATON TUMINDAK, TUMINDAKO NGANGGO WATON  artinya ‘ jangan asal bertindak , bertindaklah dengan tuntunan’. Tuntunan siapa dengan sendirinya tuntunan ALLOH SWT ( Tuhan Yang Maha Kuasa ). Sehingga dengan pola pikir seperti ini , kita sebagai manusia dapat menjadikan tersebut sebagai pilihan untuk menuju kesempurnaan pilihan dari pada ALLOH SWT, sesuai dengan platform awal dibuatnya manusia sebagai makhluk yang sempurna , berakal budi luhur dan membawa kebahagian untuk semua umatNYA.

Marilah kita gunakan akal sehat kita seperti kata pepatah ’’ Tidak ada yang lebih baik dari pada akal yang diperindah dengan ilmu dan ilmu yang diperindahdengan kebenaran ( Shidiq ) dan kebenaran yang diperindah dengan kebaikan dan kebaikan yang diperindah dengan Taqwa’’
 Semoga uraian  yang sederhana ini, dapat menambah wawasan dan dapat berguna bagi kita semua.       Amin.

         


Tidak ada komentar:

Posting Komentar